Cerita
lucu Masyarakat Kaloling Sinjai Timur
Oleh : A Rauf TM Pasanre MA
Kibata ala Nippon atau Jepang
Pendudukan
Jepang di Indonesia bila diukur dari masa jeda atau waktu , maka Jepang
terbilang bangsa asing alias bangsa penjajah yang memiliki kesempatan menjajah rakyat Indonesia
yang sangat singkat. Akan tetapi Negara
Jepang itu mampu memanfaat kesempatan dalam kesempitan tersebut. Sehingga
bangsa Indonesia betul-betul merasakan
pahitnya sebagai bangsa yang terjajah. Bias penjajahan Jepang itu,
amunisi kekejamannya dirasakan oleh masyarakat di berbagai sisi kehidupan. Disamping
itu, kejadiannya hampir merata diseluruh tanah air Indonesia tanpa memandang
suku, ras, dan agama masyarakat yang ada. Bahkan pada sisi politik, ekonomi,
sosial budaya dan lain sebagainya, tidak tersisahkan sebagai lahan untuk mengekpresi
visi dan misi jajahannya. Masyarakat pada waktu itu dikungkung dalam
ketidakberdayaan. Berbagai aktifitas keseharian masyarakat Indonesia senantiasa
dalam pengawasan dan intimidasi. Karakter dan bakat anak-anak bangsa di ibu
pertiwi Indonesa tercinta ketika itu dibiarkan layu sebelum berkembang.
Masyarakat Indonesia dimata penjajah hanya sebatas bahan ekploitasai yang tak
ubahnya bagaikan sapi perahan, yang dibutuhkan hanya sumber daya pisiknya.
Sedangkan sumber daya mental, seperti ide, gagasan, kreatifitas, iptek dan
imtak, dan sebagainya tak memiliki ruang khusus dalam pola pikir mereka, bahkan
hanya diabaikan begitu saja.
Bukti kongkrit
bahwa karakter penjajah itu identik dengan kekerasan, sadisme, dan lain
sebagainya. Hal ini dapat diungkap pada cerita
Si Kate atau Pak, Kate Nembong di Kampung Kaloling Sinjai Timur.
Ceritanya: pada suatu hari pak Kate Nembong menggiring ternakannya ke padang
rumput sekitar leppong galingkangnge. Pada waktu itu pula matahari sangat
cerah. Sinarnya pun turut menyaksikan pak Kate Nembong bermain kejar-kejaran
dengan teman-teman gembalanya. Ketika matahari berada pada posisi luruh dari
kepala ke kaki itu menunjukkan bahwa perjalanan matahari sudah separuh dari pengitarannya. Pada saat
itu, pak Kate Nembong sudah mulai lelah dan merasakan haus dan lapar. Akan
tetapi persiapan makanan tidak ada, yang ada hanya ubi kayu mentah yang tidak
dapat langsung dikonsumsi. Maka berenunglah Pak Kate Nembong sejenak pada waktu itu,bagaimana cara untuk
mendapatkan api pada situasi seperti sekarang ini. Dan pada akhirnya teringatlah olehnya kejadian pada masa silang bahwa pada suatu waktu pernah menyaksikan kejadian kebakaran hutan, tetapi
menurutnya tidak ada orang yang sengaja membakarnya. Dari hal itu, pak Kate
Nembong mengambil kesimpulan bahwa kemungkinan besar kebakaran itu disebabkan
oleh kayu yang saling bergesekan sehingga dapat menimbulkan api.
Pengalaman pak
Kate Nembong sebagaimana tersebut di atas, menginspirasinya sehinnga timbul
inisiatif untuk mempraktekkannya. Dan bertepatan dengan itu pula, datang
seorang Jepang atau Nippon menyaksikan Pak Kate Nembong membuat api. Mula-mula
Pak Kate Nembong mengambil Bambu Kering ukuran 30 cm dan dibelah dua, lalu
dibuatkannya penggosok dari bambo juga tetapi dibuat atau dibentuk lebih kecil,
modelnya seperti pisau yang ada matanya.Selanjutnya, punggung bamboo tersebut
digosok dengan posisi melintang. Cara menggosoknya yakni tidak boleh terputus
dan semakin lama harus semakin kencang. Pada saat itu, ampas gosokan yang halus
berkumpul sebelah menyeblah, kemudian timbul asap dan akhirnya menjadi api.
Sungguh gembira Pak Kate Nembong karena percobaannya berhasil sempurna.
Namun seorang Jepang yang menyaksikannya
dari awal percabaan Pak Kate Nembong bukanlah memberikan ucapan selamat pada Pak Kate Nembong atas
keberhasilannya. Akan tetapi Si Jepang atau Si Nippon yang sejak awal hanya
senyum-senyum melihat Pak Kate Nembong membuat api. Malahan hanya menghampiri
Pak Kate Nembong lalu menarik tangannya kemudian menutup telinga kirinya Pak
Kate Nembong , lalu menghantamnya dari sebelah kanan. Itulah yang disebut Kibata
ala Jepang atau Nippon. Sebuah
hadiah bagi pak Kate Nembong di Kaloling Sinjai Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar